Langkah Hijrah Sang Pemuda: Tetap Istiqamah Meski Sendiri

Sinjai.Wahdah.Or.Id -- Pada suatu momen dalam perjalanan hijrahnya, segalanya bermula saat ia menduduki bangku putih abu-abu, tepat di usia 15 tahun. Seorang pemuda keturunan Bugis itu memberanikan diri mengambil langkah besar untuk menjadi hamba yang lebih terarah, menjadikan hijrahnya sebagai wasilah awal dalam memperbaiki diri dan hidupnya.

Terbayang wajah lugunya yang polos. Ia tak tahu ke mana akan berlabuh. Di masa itu, ia pertama kali merasakan hidayah menyentuh hatinya. Namun saat niat sudah mantap untuk berubah, justru ujian demi ujian datang silih berganti.

Dalam usaha menapaki jalan kebaikan, ia tak jarang menemui rintangan yang tiada henti. Kata-kata yang menjatuhkan mental sering terdengar, bahkan dari orang-orang terdekat, termasuk keluarganya sendiri. Di tengah perjalanan hijrahnya, hanya sedikit yang mendukung. Akan tetapi, tekad yang kuat membuatnya tidak menyerah, meskipun harus menghadapi hujatan dan cibiran. Ia memilih untuk terus melangkah dalam jalan kebaikan. Ia sadar, menjadi seorang mukmin berarti menjadi pemuda yang mencintai ilmu syar’i. Ia paham, ini adalah salah satu jalan menuju Surga.

Sungguh, perjuangan itu tak jarang bersanding dengan air mata. Namun ia tetap bertahan di tengah keterasingan, berbekal mujahadah dan doa yang tak pernah putus. Keyakinannya kepada Allah menjadikannya kuat melangkah di atas duri-duri perjuangan. Ya, memang benar bahwa perjuangan itu pahit, tetapi akan berakhir dengan cerita indah di masa depan.

Dari Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

"Mukmin yang kuat lebih baik dan lebih dicintai oleh Allah daripada mukmin yang lemah. Namun, pada keduanya ada kebaikan. Bersemangatlah atas hal-hal yang bermanfaat bagimu. Minta tolonglah kepada Allah, dan jangan lemah. Jika engkau tertimpa musibah, maka janganlah engkau berkata: ‘Seandainya aku lakukan demikian dan demikian.’ Namun, katakanlah: ‘Ini adalah takdir Allah. Apa yang telah Dia kehendaki pasti terjadi.’ Karena perkataan 'seandainya' akan membuka pintu syaitan." (HR. Muslim)

Tibalah masa putih abu-abu itu berakhir. Last ceremony telah dilaksanakan. Pelukan hangat dari para guru menyisakan kenangan mendalam bagi sang pemuda. Kesedihan menyelimuti hatinya saat mengenang tiga tahun di jurusan MIPA dan kiprahnya sebagai anggota Rohis. Namun ia sadar, setiap masa pasti ada akhirnya, dan masa putih abu-abu adalah salah satu masa yang takkan kembali.

Waktu terus bergulir. Semua kesedihan kini menjadi kenangan termanis. Kini, sang pemuda telah duduk di bangku perkuliahan. Semangatnya masih menyala, meneruskan perjuangan menata diri. Namun dunia kampus menyuguhkan realita yang berbeda. Ia dihadapkan pada lingkungan dan pemahaman yang kerap kali bertentangan dengan Al-Qur’an dan sunnah.

Dulu, ia mengimpikan kampus yang tidak ada ikhtilat di dalamnya. Tapi takdir berkata lain. Meski air mata telah jatuh hingga kering, ia tetap yakin bahwa pilihan Allah adalah yang terbaik. Mungkin inilah cara Allah menguji hamba-Nya, sejauh mana ia mampu bertahan dalam jalan perjuangan.

Kegelisahan Zaman

Masalah besar hari ini adalah banyak pemuda yang berhijrah di masa putih abu-abu, tetapi semangatnya memudar ketika memasuki dunia kampus. Seolah perjuangan dakwah yang dulu diperjuangkan dengan sepenuh hati, kini hanya menjadi cerita masa lalu. Banyak yang meninggalkan amanah demi urusan dunia, dan tidak sedikit pula yang meninggalkan tarbiyah karena fokus kuliah. Lalu ke mana semangat yang dulu?

Pesan untuk Adik-adik Rohis

Untuk adik-adik Rohis, jangan berhenti berjuang hanya karena kalian tak lagi menjadi anggota Rohis. Jangan jadikan kuliah sebagai alasan untuk berhenti berdakwah. Lanjutkan langkah dan perjuanganmu, baik saat berada di lingkungan yang mendukung ketakwaan, maupun yang sebaliknya. Tetaplah melanjutkan perjuangan ini.

Jadilah pemuda akhir zaman yang mencintai dakwah. Dan ingat, cinta sejati butuh pengorbanan. Jadilah pemuda yang rela berkorban demi agama ini. Jadilah pemuda yang dirindukan oleh Surga. Bersama Allah, semua akan mampu dilewati dengan pertolongan-Nya.

Tanyakan pada diri, sudah seberapa besar cintamu kepada Allah? Sudah seberapa banyak perjuanganmu untuk agama ini? Ingatlah kisah Sultan Muhammad Al-Fatih, pemuda yang berhasil menaklukkan Konstantinopel di usia muda. Dan kamu? Untuk apa engkau gunakan masa mudamu?

Jika engkau telah mendapat hidayah, jagalah baik-baik. Jika engkau diberikan amanah dalam kepengurusan dakwah, baik di sekolah maupun kampus, maka engkau adalah hamba pilihan-Nya. Engkau adalah pemilik pundak yang dipilih untuk memikul amanah itu. Karena engkau dipilih, maka berjuanglah dengan ikhlas. Karena engkau pejuang, mintalah kemudahan kepada Allah.

"Wahai hamba-hamba-Ku, kalian semua tersesat kecuali yang Aku beri petunjuk. Maka mintalah petunjuk kepada-Ku, niscaya Aku akan memberikannya." (HR. Muslim)

Tetap Kokoh di Tengah Ujian

Meski dunia kampus menggoda, apalagi di kampus umum yang bercampur antara laki-laki dan perempuan, tetaplah teguh berjalan di atas kebenaran. Bersabarlah dalam menghadapi pergaulan bebas dan budaya populer yang tak sejalan dengan syariat Allah. Jangan menjadi pemuda yang ikut-ikutan tren tanpa memahami syariat. Allah bersama orang-orang yang sabar. Bukankah pahala sabar sangatlah indah?

Jangan biarkan dirimu terjerumus dalam hal-hal yang dibenci agama. Jadilah pemuda yang kuat, dambaan umat dan bangsa.

Sebuah pesan singkat dari sang pemuda untuk teman-teman semua: tetaplah berjuang dengan sepenuh hati, agar mampu menundukkan hawa nafsu dan menepis gemerlap dunia yang menyesatkan. Duri-duri perjuangan yang telah kalian lalui akan menjadi kisah yang sangat berarti kelak.

Prinsip Seorang Pejuang:

Bila ada seribu pejuang, maka salah satunya adalah saya.
Bila ada seratus pejuang, maka salah satunya adalah saya.
Bila ada sepuluh pejuang, maka salah satunya adalah saya.
Dan bila hanya ada satu orang pejuang, maka itulah saya.

Perbanyaklah berdoa, karena doa adalah senjata paling ampuh. Allah berfirman dalam QS. Al-Mukmin ayat 60:

“Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagimu.”

Perbanyak juga sujud panjangmu, bersimpuhlah di hadapan Sang Pemilik Kekuatan, dan perbanyaklah amalan-amalan sunnah lainnya. Semoga kita semua diwafatkan dalam keadaan istiqamah di jalan dakwah ini. Aamiin...

Semoga tulisan ini menjadi pengingat dan penguat langkah bagi setiap jiwa yang tengah berjuang dalam jalan Allah.

Oleh: Nuril Fahmi, S.Pd.
Penulis buku “Panjang Tempuhannya”